Prinsip Contribution Dalam Asuransi
Lazimnya kontrak pertanggungan asuransi adalah antara satu
tertanggung atau nasabah dan satu perusahaan asuransi. Padahal sebenarnya,
dimungkinkan untuk mengikat kontrak asuransi antara satu nasabah dengan lebih
dari dua perusahaan asuransi untuk objek pertanggungan yang sama. Artinya,
objek yang dipertanggungkan memiliki dua polis berbeda yang diterbitkan oleh
dua perusahaan asuransi. Sehingga bila terjadi klaim maka pembayaran klaim akan
dilakukan oleh dua perusahaan asuransi berdasarkan prinsip indemnity dan
besaran kontribusinya. Praktek bisnis seperti ini bisa dilakukan karena dalam
asuransi mengenal prinsip kontribusi (contribution).
Namun untuk menjaga agar dalam proses pembayaran klaim
tidak bertentangan dengan prinsip indemnity maka keberadaan prinsip
kontribusi ini diperlukan. Tujuan dari prinsip contribution ini sebenarnya
sama dengan prinsip subrogation atau subrograsi yang diperlukan untuk
mengamankan tujuan prinsip indemnity (ganti rugi) yaitu bagaimana menempatkan
tertanggung pada posisi keuangan yang sama setelah terjadinya kerugian seperti
sesaat sebelum kerugian itu terjadi. Jadi, keberadaan prinsip kontribusi lebih
untuk memastikan bahwa dalam skema subrogasi tertanggung mendapatkan ganti rugi
sesuai dengan nilai kerugian yang dialami, tidak lebih atau kurang.
Misalnya, seseorang memiliki dua polis asuransi
kendaraan untuk 1 objek kendaraan dari dua perusahaan asuransi berbeda. Saat
objek kendaraan yang diasuransikan tersebut mengalami kecelakaan dengan nilai
klaim mencapai Rp5.000.000 maka nilai klaim tersebut akan dibayarkan oleh dua
perusahaan asuransi yang dibagi berdasarkan porsi kontribusi yang telah diatur
dalam ketentuan polis. Tanpa berlaku prinsip kontribusi, nasabah berpotensi
mendapatkan nilai klaim yang lebih besar dari nilai klaim yang diajukan. Tentu
ini bertentangan dengan prinsip indemnity.
Dengan demikian, prinsip kontribusi ini hanya berlaku
bila terjadi double insurance atau dua pertanggungan terhadap objek yang
sama. Selain itu, prinsip kontribusi yang merupakan pengaman dari prinsip indemnity
juga berlaku hanya untuk polis-polis asuransi yang bersifat indemnity.
Lalu
apa yang dimaksud dengan prinsip contribution?
Merujuk
hukum asuransi di
Inggris, contribution dalam konteks asuransi didefinisikan sebagai hak
seseorang penanggung untuk mengajak atau meminta penanggung-penanggung lainnya
yang sama-sama bertanggung jawab kepada tertanggung yang sama untuk membagi
suatu pembayaran indemnity (ganti rugi).
Penggunaan kata "indemnity"
ini menunjukkan bahwa prinsip contribution
hanya berlaku atas polis-polis asuransi indemnity, dan tidak berlaku atas
polis-polis asuransi jiwa
dan asuransi kecelakaan
diri. Pasalnya, polis-polis
asuransi jiwa
dan polis-polis asuransi kecelakaan
diri bukan polis indemnity.
Sementara
itu dalam hukum asuransi di Indonesia, prinsip kontribusi dalam suatu kerugian seperti yang
dimaksud dengan definisi contribution menurut hukum asuransi di Inggris
terkandung dalam Pasal
277 KUH Dagang, yang berbunyi:
"Apabila berbagai
penanggungan, dengan itikad baik, telah diadakan mengenai satu-satunya barang,
sedangkan dalam pertanggungan pertama hanya sepenuhnya telah dipertanggungkan,
maka hanya pertanggungan pertama itu sajalah mengikat, sedangkan para
penanggung yang berikutnya dibebaskan. Apabila dalam pertanggungan
pertama itu tidak dipertanggungkan harga sepenuhnya, maka para penanggung
berikutnya bertanggung jawab untuk harga selebihnya, menurut tertib waktu
ditutupnya pertanggungan-pertanggungan berikut ini"
Kapan
prinsip contribution dapat diterapkan?
Dalam
hal common law yang merujuk pada hukum
Inggris, contribution hanya akan berlaku apabila
syarat-syarat di bawah
ini terpenuhi:
- Terdapat dua atau lebih polis-polis indemnity yang terlibat.
- Polis-polis tersebut menjamin atau menutup suatu kepentingan yang sama (common interest).
- Polis-polis itu menjamin bahaya yang sama (common perils).
- Polis-polis itu suatu objek pertanggungan yang sama (common subject-matter).
- Masing-masing polis itu menjamin kerugian yang sama.
Agar
lebih mudah memahami aplikasi dari prinsip kontribusi, mari kita simak dua
contoh kasus berikut ini:
Kasus
I: Pak Hasan menyimpan stok berasnya di gudang milik PT
AB. Dalam rangka memitigasi risiko kerugian akibat kebakaran gudang, PT AB yang
berdasarkan ketentuan hukum bertindak sebagai strict liability atas
barang-barang yang tersimpan di gudangnya, mengasuransikan stok beras Pak
Hasan. Di pihak lain, sebagai pemilik langsung stok beras, Pak Hasan juga telah
mengasuransikan barangnya untuk memitigasi kerugian saat penyimpanan.
Lalu
Gudang milik PT AB mengalami kebakaran hebat sehingga menyebabkan kerugian pada
stok beras milik Pak Hasan. Terkait kejadian ini, prinsip kontribusi tidak
berlaku karena syarat common interest (suatu kepentingan yang sama)
tidak terpenuhi. Pasalnya, interest dari Pak Hasan adalah sebagai
pemilik barang, sedangkan interest dari PT AB adalah sebagai bailee
atau pihak yang bertanggungjawab mengawasi terhadap barang yang tersimpan di gudang.
Jadi, dalam kasus ini klaim asuransi ditanggung hanya oleh satu penanggung
saja. Kesimpulan ini mengacu pada yurisprudensi kasus The King Granaries tahun
1877.
Kasus
II: Pak Hasan sebagai pemilik seluruh isi (termasuk stok) dari suatu
bangunan pabrik, telah mengasuransikan seluruh isi tersebut di bawah sebuah polis asuransi
properti kepada perusahaan
asuransi A.
Pak Hasan juga telah mengasuransikan
stok saja di bawah
sebuah polis asuransi properti lainnya kepada perusahaan
asuransi B.
Lalu,
gudang Pak Hasan mengalami kebakaran sehingga mengakibatkan kerugian. Namun, kerugian yang
diakibatkan oleh kebakaran
hanya pada stok saja. Sementara itu, kedua
polis yang dimiliki Pak Hasan menjamin kerugian atas stok saja.
Dengan
demikian, kondisi yang dialami Pak Hasan ini memenuhi syarat berlakunya prinsip
kontribusi karena kedua polis yang dimiliki Pak Hasan semuanya menanggung
risiko stok.
Bagaimana
cara pembagian porsi kontribusi dalam kerugian?
Pada
dasarnya cara pembagian porsi kontribusi beraneka ragam tergantung jenis
asuransi kerugian yang dipertanggungkan, di antaranya:
- Rateable
Proportion yang dibagi menjadi dua yaitu proporsi terhadap harga
pertanggungan dan limit of liability.
- Market
practice yaitu mengacu pada metode standar yang sering
digunakan dan kadang telah tergabung ke dalam formal agreement
antar-grup perusahaan yang besar.
- Dalam marine insurance, pembagian proporsi dari masing-masing penanggung dalam suatu kerugian adalah atas dasar harga pertanggungan (sum insured) pada masing-masing polis.
- Untuk property insurance, pembagian proporsi seperti itu biasanya mengacu pada market practice di Inggris, yaitu untuk polis-polis properti tanpa ketentuan average pembagian proporsi dilakukan di atas dasar sum insured dan polis-polis properti dengan ketentuan average pembagian proporsi dilakukan atas dasar metode independent lialibity.